Pemerintah Daerah Dinilai Gagal Maknai Otonomi: DPRD NTT Sindir Pola “Sinterklas” yang Salah Kaprah

Artikel ini Telah di Baca 173 Kali
  • Bagikan

Kupang, fajartimor.com – Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai belum sepenuhnya memahami dan menjalankan esensi dari otonomi daerah. Kritik tajam ini disampaikan oleh anggota DPRD NTT dari Fraksi Partai NasDem, Kasimirus Kolo, yang menyesalkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap berbagai bentuk bantuan, serta lemahnya inisiatif pemerintah daerah dalam membangun kemandirian masyarakat.

Dalam pernyataannya di ruang Komisi V DPRD NTT baru-baru ini, Kasimirus menyebut bahwa pola hubungan antara pemerintah dan rakyat cenderung seperti relasi “Sinterklas dan penerima hadiah”, di mana pemerintah diposisikan sebagai pihak pemberi, sementara rakyat hanya sebagai objek yang pasif menerima bantuan.

“Ungkapan  bahwa pemerintah menjadi Sinterklas dan rakyat jadi objek yang disentuh’ adalah sindiran keras. Pemerintah seharusnya tidak hanya memberi sesekali, tapi harus hadir secara aktif, peka, dan bertanggung jawab dalam membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan,” ujar Kasimirus.

Pemerintah Dinilai Pasif dan Tidak Peka

Kasimirus menyoroti minimnya inisiatif strategis dari pemerintah daerah dalam menggali potensi lokal, mengembangkan ekonomi mandiri, serta membangun partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Ia menilai pemerintah cenderung sibuk dengan program-program bantuan jangka pendek yang tidak menyelesaikan akar persoalan kemiskinan dan ketimpangan.

“Ini bukan sekadar soal bantuan. Tapi tentang bagaimana pemerintah memfungsikan otonomi daerah secara utuh — memahami karakter masyarakat, menggali potensi wilayah, dan membangun dari bawah,” tegasnya.

Rakyat Perlu Dilibatkan Aktif

Menurutnya, rakyat tidak seharusnya hanya menjadi penerima pasif, tetapi harus dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pola hubungan satu arah yang selama ini terjadi, menurutnya, melemahkan semangat kemandirian masyarakat.

Ia pun meminta agar seluruh kepala daerah di NTT merefleksikan kembali tugas dan tanggung jawab mereka dalam kerangka otonomi daerah, agar tidak terjebak dalam pola bantuan yang sifatnya karitatif dan sesaat.

“Pemerintah punya kewenangan besar lewat otonomi daerah. Tapi kalau kewenangan itu tidak digunakan untuk memperkuat rakyat, lalu untuk siapa otonomi itu dijalankan?” pungkasnya.

Seruan untuk Reformasi Pendekatan Pembangunan

Pernyataan ini menjadi alarm penting bagi seluruh pemangku kebijakan di NTT, agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pendekatan pembangunan yang dijalankan. Pola kerja yang terlalu birokratis, top-down, dan minim partisipasi masyarakat, menurut Kasimirus, hanya akan memperpanjang ketergantungan dan memperlemah daya saing daerah.

Untuk diketahui, Otonomi daerah sejatinya memberikan ruang bagi pemerintah lokal untuk berinovasi sesuai kondisi masyarakatnya. Namun, otonomi tanpa arah dan tanpa keberpihakan pada rakyat hanya akan menjadi slogan kosong. Pemerintah diharapkan tidak hanya menjadi “pemberi hadiah”, tetapi juga menjadi penggerak perubahan. (Ft/tim)

  • Bagikan