Komisi IV DPRD NTT Soroti Kelangkaan BBM Subsidi, Pertamina Diduga Abaikan Distribusi Adil

Artikel ini Telah di Baca 385 Kali
  • Bagikan

Kupang, fajartimor.com – Komisi IV DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perwakilan PT Pertamina dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT pada Jumat (10/10/2025). Agenda utama pertemuan tersebut adalah membahas persoalan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang kian meresahkan masyarakat.

Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi IV, Patris Lali Wolo, menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap distribusi BBM, terutama terkait dugaan praktik manipulasi dan penyalahgunaan BBM subsidi oleh oknum tertentu.

Menanggapi informasi minor yang berkembang di lapangan terkait dugaan penggunaan segel palsu pada mobil tangki pengangkut BBM yang Modusnya, sopir membuka segel palsu sebelum tiba di SPBU tujuan, lalu mengganti dengan segel asli, Patris Lali Wolo enggan berkomentar lebih jauh.

“Ini dugaan bentuk penyimpangan yang harus ditelusuri lebih lanjut,” ujar Patris menjawab pertanyaan media.

Ia menambahkan, permainan dalam distribusi BBM subsidi kerap kali melibatkan pihak ketiga seperti kontraktor besar, yang diduga mendapatkan kemudahan khusus dalam akses BBM.

Lebih jauh Patris menegaskan jika Komisi IV juga menolak rencana pengurangan kuota BBM untuk NTT, khususnya solar, yang informasinya akan dikurangi hingga 25 persen.
Menurut Patris, hal ini tidak sejalan dengan kebutuhan di lapangan, terutama menjelang dimulainya proyek-proyek pembangunan pada akhir tahun.

“Kami sepakat agar kuota BBM untuk NTT tidak dikurangi. Justru kami usulkan ditambah. Kita tidak ingin rakyat makin menderita karena kesulitan mendapatkan BBM,” tegasnya.

Pertamina Dinilai Monopoli Tata Niaga BBM
Sementara itu, anggota Komisi IV dari Fraksi PKB, Marselinus A. Ngganggus, menyoroti dominasi Pertamina dalam tata niaga BBM secara nasional. Ia menilai adanya ketidaksesuaian kuota BBM yang diberikan ke NTT pada semester IV tahun 2025 dibandingkan dengan kebutuhan riil di lapangan.

“Per Januari 2025, kuota BBM untuk NTT adalah 389,56 kiloliter, namun mengalami penurunan hingga 30 persen. Ini karena serapan dianggap rendah. Padahal, kenyataannya di lapangan sangat membutuhkan, apalagi proyek-proyek baru mulai dijalankan,” jelas Marselinus.

Ia juga mendesak agar tata kelola distribusi BBM, termasuk impor oleh swasta, diperbaiki agar tidak bergantung sepenuhnya pada Pertamina.

Evaluasi Tata Kelola dan Distribusi BBM
Dalam rapat tersebut, Komisi IV DPRD NTT menyampaikan sejumlah rekomendasi penting:

Menolak Pengurangan Kuota BBM: Komisi meminta kuota solar dan jenis BBM subsidi lainnya untuk NTT tidak dikurangi, bahkan perlu ditambah sesuai kebutuhan riil di daerah.

Perbaikan Distribusi dan Transportasi

Komisi IV juga menekankan perlunya lebih dari satu kapal pengangkut BBM untuk wilayah NTT, mengingat kondisi cuaca ekstrem dapat mengganggu pasokan.

Perlu keterlibatan aparat penegak hukum dan masyarakat dalam pengawasan terkait dugaan penggunaan segel palsu dalam distribusi BBM jika memang hal tersebut benar adanya.

Pemisahan BBM Subsidi dan Non-Subsidi

BBM subsidi harus disalurkan tepat sasaran dan tidak jatuh ke tangan konsumen non-subsidi.

Evaluasi Tata Niaga BBM oleh Swasta

Pemerintah pusat diminta meninjau kembali kebijakan pembatasan kuota impor BBM kepada SPBU swasta, serta dominasi Pertamina dalam distribusi BBM.

Fakta di Lapangan membuktikan BBM Langka Akibat Kebijakan Impor dan Monopoli.
Kelangkaan BBM subsidi tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang membatasi kuota impor kepada SPBU swasta sejak Februari 2025. Dimana SPBU swasta juga diwajibkan memperbarui izin impor setiap enam bulan dan harus melalui Pertamina untuk seluruh proses distribusi dan pengadaan.

Beberapa tantangan yang dihadapi SPBU swasta antara lain:

Kesulitan Kolaborasi dengan Pertamina: Banyak SPBU swasta mengalami kendala teknis dan komersial saat bekerja sama dengan Pertamina.

Minimnya Opsi BBM Non-Subsidi: Akibat dominasi Pertamina, konsumen tidak memiliki banyak pilihan.

Iklim Usaha Tidak Pasti: Pengusaha BBM menghadapi ketidakpastian dalam investasi dan distribusi akibat kebijakan yang dianggap tidak mendukung kompetisi sehat.

Apa yang Harus Dilakukan Pertamina dan Pemerintah?
Komisi IV mendorong Pertamina dan pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret, antara lain:

Mempercepat Pengawasan Mutu: Pemeriksaan kualitas BBM perlu dilakukan bersama surveyor independen agar mutu terjamin.

Mekanisme Harga yang Transparan: Penjualan BBM kepada swasta harus dilakukan secara adil dan terbuka.

Evaluasi Tata Kelola Impor: Sistem impor BBM perlu dievaluasi agar tidak hanya menguntungkan satu pihak.

Menjamin Ketersediaan Stok: Pertamina perlu memastikan stok BBM di NTT aman dan cukup, sesuai arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Komitmen Komisi IV

Menutup rapat, Ketua Komisi IV Patris Lali Wolo mengajak seluruh pihak untuk fokus pada solusi jangka panjang dan program strategis yang bisa membantu rakyat.

“Jangan sampai kita terus membahas hal yang sama setiap tahun. Kita ingin pertemuan selanjutnya membahas hal yang lebih maju, karena rakyat kita terus menderita,” tutup Patris.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Pertamina dan Dinas ESDM Provinsi NTT belum memberikan klarifikasi resmi terkait rekomendasi dan temuan Komisi IV DPRD NTT. (Ft/tim)

  • Bagikan