Membangun Keselamatan Bersama: DPRD NTT Dorong Solusi Humanis untuk Pengendalian Kecepatan di Lingkungan Warga

Artikel ini Telah di Baca 660 Kali
  • Bagikan

Kupang, fajartimor.com – Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Mersy Piung, menyoroti langkah warga yang membuat polisi tidur secara mandiri di ruas jalan menuju Kampus STIKES Maranatha dan Stikum Usfunan, Kabupaten Kupang. Aksi spontan warga ini dilakukan semata-mata demi menjaga keselamatan anak-anak dan pejalan kaki dari kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi di kawasan permukiman.

Menurut Mersy, kekhawatiran warga merupakan bentuk kepedulian sosial yang wajar. Jalan di sekitar dua kampus tersebut memang menjadi jalur padat kendaraan roda dua dan roda empat, termasuk sepeda motor milik mahasiswa yang sebagian kerap melaju kencang dan menggunakan knalpot bising.

“Kita memahami bahwa warga ingin menjaga kenyamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun semua ini juga perlu dilakukan sesuai prosedur agar hasilnya aman, tidak melanggar aturan, dan bisa memberi manfaat bagi semua pihak,” ujar Mersy dengan nada menenangkan.

Keselamatan dan Ketaatan Hukum Harus Berjalan Bersama

Mersy menegaskan, inisiatif warga sebaiknya diikuti dengan koordinasi bersama pemerintah daerah dan Dinas Perhubungan (Dishub). Tujuannya agar langkah pengendalian kecepatan di kawasan perumahan tidak menimbulkan risiko baru bagi pengguna jalan maupun warga setempat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2021, pemasangan alat pengendali kecepatan seperti polisi tidur memiliki ketentuan teknis yang harus dipenuhi.
Beberapa di antaranya meliputi:

  • Perizinan resmi: Pembuatan harus mendapat izin dari Dishub setelah dilakukan survei dan kajian teknis.

  • Tipe yang diperbolehkan: Untuk jalan lingkungan hanya diperkenankan speed hump atau speed table, bukan speed bump yang terlalu tajam.

  • Dimensi standar: Tinggi 5–9 cm, lebar 35–39 cm, dengan kelandaian maksimal 50%.

  • Lokasi: Diperuntukkan bagi jalan lingkungan pemukiman dengan batas kecepatan rendah (maksimal 10 km/jam).

Langkah-langkah tersebut, menurut Mersy, bukan untuk membatasi gerak warga, melainkan memastikan setiap upaya menjaga keselamatan dilakukan dengan cara yang aman dan sah.

“Warga punya niat baik, dan itu harus dihargai. Tugas pemerintah adalah memastikan niat itu difasilitasi secara benar, supaya hasilnya tidak menimbulkan masalah baru. Ini soal keselamatan dan kepatuhan yang harus seimbang,” jelasnya.

Solusi Kemanusiaan dan Musyawarah sebagai Jalan Tengah

Sebagai solusi, Mersy mendorong agar persoalan ini diselesaikan melalui pendekatan kemanusiaan dan dialog warga. Ia mengusulkan langkah-langkah berikut:

  1. Musyawarah warga bersama tokoh masyarakat, RT/RW, dan perwakilan mahasiswa untuk menyepakati kebutuhan pembuatan polisi tidur.

  2. Mengajukan permohonan resmi ke Dishub atau pemerintah daerah dengan melampirkan hasil musyawarah.

  3. Menunggu survei dan rekomendasi teknis dari petugas untuk memastikan lokasi layak dan aman.

  4. Pemasangan dilakukan oleh pihak berwenang agar sesuai standar keselamatan nasional.

Dengan pendekatan tersebut, Mersy yakin akan tercipta kesepahaman antara warga, mahasiswa, dan pemerintah. “Tujuannya bukan sekadar membuat polisi tidur, tapi menciptakan lingkungan yang tertib, aman, dan nyaman bagi semua,” ujarnya.

Mencari Titik Temu antara Kenyamanan dan Ketertiban

Warga di sekitar kampus berharap agar persoalan ini segera ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Mereka menginginkan agar pengendara, terutama mahasiswa, lebih tertib dan memperhatikan kenyamanan masyarakat sekitar.

Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan tanggap menanggapi aspirasi warga dengan memberikan pendampingan teknis serta solusi yang adil bagi semua pihak.

“Kita akan dorong koordinasi secepatnya antara warga, Dishub, dan pihak kampus. Semuanya harus duduk bersama agar keselamatan dan ketertiban bisa berjalan beriringan,” tegas Mersy.

Melalui pendekatan kolaboratif dan penuh empati ini, diharapkan muncul kesadaran bersama bahwa keselamatan di jalan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial seluruh elemen masyarakat. (Ft/tim)

  • Bagikan